SuaraLampung.id - Seorang guru di Kabupaten Puncak, tewas ditembak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Guru tersebut bernama Oktavianus Rayo.
Sehari-harinya Oktavianus Rayo adalah guru di SMPN 1 Beogoa Kabupaten Puncak, Papua. Oktavianus Rayo ditembak TPNPB pada Kamis (8/4/2021).
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom membenarkan penembakan terhadap seorang guru di Beogoa, Kabupaten Puncak, Papua.
Sebby membeberkan alasan pihaknya menembak mati guru tersebut. Menurut Sebby, guru itu ditembak karena yang bersangkutan mata-mata TNI/Polri. Korban dikatakannya sudah lama dipantau oleh TPNPB.
Baca Juga:Giliran Papua Dihantam Siklon Tropis, Gelombang 6 Meter Akan Menerjang
"Guru sekolah dasar yang ditembak mati di Beoga itu adalah mata-mata TNI/Polri yang telah lama di Identifikasi oleh PIS TPNPB, oleh karena itu tidak ragu-ragu ditembak oleh Pasukan TPNPB," kata Sebby dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/4/2021) dilansir dari Suara.com.
Sebby pun menyampaikan kalau semua orang Indonesia yang bertugas di daerah perang di wilayah pegunungan Papua, kalau PIS sudah mengidentifikasi seluruh imigran yang bertugas itu mayoritas adalah anggota intelijen atau mata-mata TNI/Polri.
Mereka disebut telah menyamar menjadi tukang bangunan, guru, mantri, petugas listrik dan profesi lainnya.
Sebby pun mengimbau kepada warga untuk tidak menjadi mata-mata TNI/Polri apabila bertugas di daerah perang.
Sebelumnya, Oktavianus Rayo ditembak di rumahnya di lingkungan pemukiman guru yang ada di SMPN 1 Beogoa Kabupaten Puncak, Kamis (8/4/2021) lalu. Motif pembunuhan diduga karena korban difitnah sebagai intel TNI /Polri.
Baca Juga:DPR Minta TNI dan Polri Utamakan Keselamatan Warga dari Serangan Separatis
Junaedi Arung Sulele, Kepala Sekolah SMPN1 Beoga mengatakan, sebelum Oktovianus Rayo ditembak, KKB sempat mengepung rumahnya.
"Dari informasi yang saya terima, rumah mendiang Oktovianus Rayo dikepung sebelum KKB masuk ke rumah dan menembak korban," ungkap Junaedi di Timika dilansir Antara, Minggu (11/4/2021).
Saat terjadi penembakan, Rayo mengajar di sekolah dasar (SD) Klemabeth, namun karena istrinya yang juga guru mengajar di SMPN 1 Beoga maka korban bermukim di lingkungan pemukiman guru yang ada di SMPN 1.
Saat penembakan terhadap Rayo yang merupakan guru kontrak dan sudah bertugas selama 10 tahun itu, dirinya memang tidak berada dan melihat langsung insiden terjadi.
Namun, saat penembakan terhadap Yonatan Renden, Jumat (9/4/2021), saat itu dirinya sedang bersama korban dan ketika terjadi penembakan dirinya berlari ke kanan sedang korban ke kiri. Yonatan Renden sendiri sudah dua tahun menjadi guru kontrak.
Junaedi mengatakan letak Beoga sulit dijangkau, menyebabkan tidak banyak orang maupun pendatang yang mau bertahan apalagi yang berprofesi sebagai pendidik sehingga walaupun banyak keterbatasan tetap berupaya menjalankan tugas guna mendidik anak Papua.
"Selama ini situasi aman-aman saja, aparat keamanan dari Koramil, Polsek dan satgas TNI-Polri selama ini memang sudah berjaga di Beoga," kata Junaedi seraya menambahkan, selama ini guru pendatang dekat dengan masyarakat asli Kabupaten Puncak.
Total ada 11 orang guru pendatang, sebagian masih mengungsi di Koramil, kata Junaedi yang juga sempat mengungsi ke rumah warga saat penembakan Kamis (8/4/2021) dan melihat anggota Koramil mengevakuasi jenazah Oktovianus.
Jenazah dua korban penembakan sudah dievakuasi, Sabtu (10/4/2021) menggunakan pesawat Aviastar yang bekerjasama dengan Pemda Puncak ke Timika.