Para perwira memberikan tepuk tangan meriah saat menyambut sang jenderal.
Ternyata jenderal tersebut tidak menunjukkan raut muka bahagia.
“Ini apa lagi? Perwira ABRI kok seperti gerombolan PKI pakai tepuk tangan segala. Sebenarnya apa sih tujuan kalian tepuk tangan?” tegur sang jenderal.
Suasana di aula Korem seketika hening. Para perwira diam memperhatikan sang jenderal memberi pengarahan.
Baca Juga:5 Jenderal Bintang 3 Berebut Kursi Kapolri, DPR Belum Terima Supres Jokowi
Tak lama setelah jenderal pertama pergi, jenderal kedua datang ke tempat yang sama.
Tak mau kembali dimarahi, para perwira menyambut jenderal kedua dengan posisi duduk tanpa tepuk tangan.
Hal ini malah membuat jenderal kedua marah.
“Bagaimana ABRI mau bisa menang perang, bila perwiranya yang berada di garis depan seperti di Timtim ini sama sekali tidak kelihatan gereget dan semangatnya. Mengapa kalian menjadi melempem seperti ini?” tegas Sang jenderal.
Sontak para perwira bertepuk tangan dengan meriah. Sang jenderal pun tersenyum.
Baca Juga:Urai PR Kapolri Baru, KontraS Soroti Pelanggaran HAM Oleh Oknum Kepolisian
“Nah gitu dong. Kalian harus tetap semangat apalagi di daerah operasi. Jangan melempem ya,” pinta sang jenderal.
Perbedaan sikap dua jenderal ini disebabkan adanya persaingan politik para jenderal dalam mendekati kekuasaan.
Hal ini membuat para prajurit tidak nyaman karena mereka dilanda kebingungan kala harus menghadapi para jenderal yang saling bersaing ini.
Ditambah lagi adanya perintah KSAD yang meminta tentara menggunakan jaket kuning Golkar. Ini membuat Suryo Prabowo tidak terima.
Suryo Prabowo mengemukakan pendapatnya bahwa ia tidak senang dengan kebijakan KSAD Jenderal R Hartono.
Bagi Suryo Prabowo, ketika ABRI sudah berpihak pada salah satu peserta pemilu dipastikan tidak akan netral dan sangat mengganggu demokrasi di Indonesia.