Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 16 April 2022 | 13:12 WIB
Nelayan di Labuhan Maringgai, Lampung Timur, sudah lima hari tidak melaut karena tidak dapat solar. [Suaralampung.id/Agus Susanto]

SuaraLampung.id - Sejumlah nelayan di Pesisir Laut Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, sudah lima hari terakhir tidak melaut. 

Pasalnya para nelayan ini tidak mendapat kiriman solar sebagai bahan bakar kapal untuk melaut.

"Sudah lima hari ini kami belum dapat kiriman solar. Jika sampai sore nanti belum dapat solar ya terpaksa tertunda lagi untuk melaut, kata Andik (31), nelayan pesisir Labuhan Maringgai, Sabtu (16/4/2022).

Tidak melautnya Andik selama lima terakhir tentu berdampak terhadap perekonomian keluarganya. Sebagai buruh nelayan, Andik tidak mendapat penghasilan, padahal saat ini adalah musim barat dimana sedang musim ikan.

Baca Juga: Pertalite dan Solar Direncanakan Naik Harga, Pengamat: Momentumnya Tidak Tepat

"Pas musim Baratan solar susah, seharusnya mendapat penghasilan lebih terganjal kelangkaan solar, dan bukan hanya saya saja melainkan nelayan lain juga terganjal solar," keluh Andik.

Ahmadi (40) yang bekerja sebagai jasa mengangkut ikan dengan menggunakan becak juga terkena dampak dari tidak melautnya para nelayan.

Ahmadi mengalami penurunan pendapatan. Menurutnya jika nelayan lancar, sehari dirinya bisa mendapat uang Rp200 ribu. Namun satu bulan terakhir ini dirinya hanya bisa mendapat penghasilan 100 ribu.

"Bukan tidak mensyukuri rejeki, tapi saya hanya mengatakan bahwa muatan sekarang sepi karena banyak nelayan tidak dapat solar, sehingga muatan sepi," ucap Ahmadi.

Tokoh nelayan pesisir Labuhan Maringgai, Andi Baso memaparkan penyebab nelayan kesulitan mendapat pasokan solar.

Baca Juga: 10 Jam Polisi Mengendap untuk Menangkap Truk Pengangkut BBM Bersubsidi

Menurutnya nelayan tidak dapat solar bukan karena tidak ada solar namun adanya kebijakan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yang tidak mau melayani pembelian solar dengan jeriken.

"Nelayan tidak mungkin beli solar di SPBU bawa kapal, ya pasti bawa jeriken. Seharusnya SPBU memberikan kebijakan kepada nelayan agar bisa beraktivitas," kata Andi Baso.

Untuk membuktikan pembeli solar dengan jerigkn itu nelayan atau bukan, ujar Andi, bisa dilihat dari surat rekomendasi yang dikeluarkan dari UPTD perikanan Labuhan Maringgai.

Dalam surat rekomendasi dimaksud tertuang nama kapal, ukuran mesin, pemilik kapal. Sehingga tidak bisa melakukan manipulasi pembelian solar skala besar karena disesuaikan dengan surat rekomendasi tersebut.

"Ada empat SPBU yang selalu menjadi rujukan nelayan, yakni di Kecamatan Matarambaru, Bandar Sribhawono, Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti. Tapi sudah satu bulan terakhir ini nelayan kesulitan karena tidak boleh beli dengan menggunakan jeriken," terang Andi Baso.

Andi Baso meminta Pemerintah Kabupaten Lampung Timur mencarikan solusi persoalan solar yang dialami nelayan. Solusinya menurut Andi adalah nelayan bisa membeli solar dengan jeriken.

"Memang dari dulu seperti itu, nelayan beli solar dengan jeriken menggunakan jasa angkut, meskipun tidak harga subsidi, tidak membuat persoalan bagi nelayan yang penting bisa dapat solar," tegas Andi Baso.

Kontributor : Agus Susanto

Load More