Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Sabtu, 11 September 2021 | 11:32 WIB
De Lampongsche Volkscredietbank, BPR Lampung di masa kolonial. [ISTIMEWA]

Sayangnya, dalam pengelolaan Residen Ingram, pelaksanaan kolonisasi tidak terlalu mendapat perhatian serius. Berada dalam kondisi kekacauan dalam pengelolaan keuangan program kolonisasi, membuat residen ini tidak tertarik untuk memberikan perhatian lebih.

Akan tetapi, telah berjalan juga kolonisasi sukarela yang ternyata berbiaya rendah, meskipun tidak banyak jumlah keluarga yang mau mengikuti program ini.

Sesuai dengan namanya kolonisasi ini berjalan atas kesukarelaan dari para calon kolonis yang sedia untuk dipindahkan.

Pemerintah ketika itu hanya cukup mengeluarkan biaya untuk pengumpulan dan transportasi saja, dan sesampainya di tanah kolonisasi, para kolonis harus mengurus dirinya sendiri dengan meminta bantuan para kolonis yang terlebih dahulu datang.

Baca Juga: Raih Medali di PON XX Papua, Atlet Bandar Lampung Dijanjikan Bonus Melimpah

Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi pada kemudian hari munculnya kolonisasi Sistem Bawon yang berbiaya murah pada tahun 1930-an.

Nasib Bank Rakyat Lampung pada tahun 1928 semakin diujung tanduk. Defisit keuangan semakin bertambah berat karena banyak kolonis yang tidak mampu membayar utang-utangnya.

Surat kabar De Sumatra Post yang terbit pada 9 Januari 1929 mewartakan selesainya investigasi kasus kecurangan-kecurangan dari W.C. Schalkwijk, dan pada tahun itu juga penyelenggaraan kolonisasi dengan sistem utang dihapuskan, serta Bank Rakyat Lampung dilikuidasi. Segala kerugian keuangan kemudian dibebankan kepada pemeritah pusat.

Penulis: Kian Amboro (Sejarawan UM Metro)

NB:

Baca Juga: Gagal, Penyelundupan Benih Lobster Asal Lampung Senilai Rp 14 Miliar

Artikel ini terbit atas kerjasama Suaralampung.id dan Sahabat Dokterswoning

Load More