Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 29 Juli 2021 | 12:30 WIB
Direktur Pusako Unand, Feri Amsari. Feri Amsari meminta Presiden Jokowi memilih Panglima TNI bukan berdasarkan lobi-lobi politik. [ist]

SuaraLampung.id - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta memilih Panglima TNI yang profesional. 

Presiden Jokowi diharapkan menunjuk Panglima TNI tidak berdasarkan lobi-lobi politik. 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan calon pengganti panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto jangan hasil lobi-lobi politik.

Feri menjelaskan panglima TNI harus dipilih berdasarkan profesionalitas, kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap Presiden.

Baca Juga: Twitter Indonesia: Akun Victor Mambor Diretas Usai Sebar Video TNI Injak Orang Papua

Ia menegaskan panglima TNI akan datang tidak boleh ada dualisme loyalitas seperti kepada Presiden dan parpol atau broker pelobi-nya.

"Panglima TNI harus loyal hanya kepada Presiden. Lebih tepatnya, Panglima TNI harus loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi," ucap dia menegaskan melalui keterangan tertulis yang dilansir dari ANTARA, Kamis (29/7/2021).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menjelaskan panglima TNI harus seorang figur yang apolitis.

Oleh karena itu, tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu manapun. Sehingga Panglima TNI yang dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM.

Panglima TNI harus loyal dan patuh pada Presiden karena Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI.

Baca Juga: Musnahkan Limbah Medis Covid-19, Jokowi Minta Siapkan Anggaran Rp1,3 Triliun

Komunikasi politik yang dibangun dengan Presiden pun harus baik dan langsung, tidak melewati orang lain. Sehingga dapat menerjemahkan semua perintah arahan Presiden secara komprehensif.

Sementara itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Ahmad Fanani Rosyidi, menambahkan pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar-matra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004.

Oleh karena itu jika melenceng dari UU tersebut maka akan merusak tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI.

Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata.

"Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," ujar Ahmad.

Mantan peneliti bidang HAM Setara Institute ini menegaskan, Pasal 14 ayat 4 UU TNI menjelaskan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat kepala staf angkatan.

Load More