SuaraLampung.id - Pemerintah menyatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendesak untuk segera disahkan. Ini karena KUHP yang kini dipakai mengandung multitafsir.
Desakan pengesahan RKUHP ini diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej.
"Sebab, hampir 76 tahun kita hidup dengan menggunakan KUHP yang tidak pasti," kata dia di Jakarta, Senin (14/6/2021) dilansir dari ANTARA.
Padahal, katanya, KUHP yang berlaku atau digunakan di ruang-ruang pengadilan telah dipakai untuk menghukum atau mengadili jutaan orang dengan status yang tidak pasti.
Baca Juga: Wamenkumham Luruskan Beragam Anggapan Miring Soal KUHP
"Saya berani katakan KUHP yang dipakai itu adalah KUHP yang tidak pasti," ujar dia.
Alasannya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana hanya menyatakan berdasarkan pasal dua aturan peralihan bahwa segala badan yang ada dan segala peraturan masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UUD.
Ia mengatakan yang berlaku sejak 1 Januari 1918, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie, sementara pemerintah tidak pernah menetapkan KUHP yang dipakai apakah versi Mulyatno Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau R Susilo.
Hal itu ia lontarkan karena terdapat perbedaan signifikan antara terjemahan R Susilo dengan Mulyatno dan hal tersebut selama ini tidak disadari.
Sebagai contoh, kata dia, Pasal 110 KUHP tentang Permufakatan Jahat. Dalam KUHP yang diterjemahkan oleh Mulyatno dikatakan permufakatan jahat untuk makar sebagaimana yang tertuang Pasal 104 hingga 108 KUHP dipidana dengan pidana yang sama dengan kejahatan itu dilakukan.
Baca Juga: Ingin RKUHP Segera Disahkan, Wamenkumham: Selama Ini Pakai yang Tak Pasti
"Dipidana dengan pidana yang sama dengan kejahatan yang dilakukan itu berarti pidana mati," katanya.
Sementara, jika melihat Pasal 110 KUHP yang diterjemahkan oleh R Susilo mengatakan permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 104 hingga 108 KUHP dipidana maksimal enam tahun.
"Ini perbedaan yang sangat signifikan. Satu pidana mati dan satu lagi pidana enam tahun," ujar dia.
Oleh sebab itu, kata dia, jika ada pihak yang menunda KUHP untuk disahkan maka suara-suara yang menginginkan status quo dan menginginkan selalu dalam ketidakpastian hukum bahkan menghukum seseorang dengan KUHP yang tidak pasti. (ANTARA)
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- 5 Mobil Eropa Bekas yang Murah dan Tahun Muda, Mulai dari Rp60 Jutaan
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
5 HP Murah dengan Desain Mirip iPhone Juni 2025, Bukan iPhone HDC!
-
Pemain Keturunan Rp 112,98 Miliar Potensi Comeback Gantikan Teman Duet Bek Klub Serie B Lawan Jepang
-
5 Mobil Keluarga Rp70 Jutaan Juni 2025: Kabin Longgar Mesin Bandel, Irit Bahan Bakar
-
Eksklusif dari Jepang: Mulai Memerah, Ini Kondisi Osaka Jelang Laga Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan NFC Terbaru Juni 2025
Terkini
-
Bocah 10 Tahun Jadi Korban Perampasan Motor di Bandar Lampung, Terseret Saat Melawan dan Luka-luka!
-
Waspada Jebakan Saldo Gratis, Ini 4 Link DANA Kaget Terbaru dan Cara Aman Hindari Penipuan!
-
Cek Nomor HP Kamu! Ambil Saldo Gratis Lewat 6 Link DANA Kaget Aktif 4 Juni 2025
-
Kematian Pratama Wijaya Kusuma, Dugaan Kekerasan di Balik Diksar Mahapel Unila
-
4 Link DANA Kaget Terbaru 2 Juni 2025, Buruan Ambil Saldo Gratis Lewat Nomor HP Kamu!