SuaraLampung.id - Penggunaan vaksin AstraZeneca menjadi kontroversi. Ini karena pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan vaksin AstraZeneca mengandung babi.
Babi adalah hewan yang dianggap haram bagi umat Islam. Biarpun mengandung babi, pihak MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca karena dalam keadaan darurat.
Namun pihak AstraZeneca sendiri membantah vaksinnya mengandung babi. Terkini, ada fakta baru terungkap mengenai zat di dalam vaksin AstraZeneca.
Ahli virus atau virologis dan Dosen Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Dr. rer. nat. apt. Aluicia Anita Artarini mengatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca tidak mengandung tripsin (enzim) hewani, melainkan tripsin enzim yang menyerupai jamur.
Belum lama ini vaksin AstraZeneca ramai diperbincangkan lantaran disebut mengandung tripsin babi. Akan tetapi hal tersebut tidaklah benar dan dibantah oleh Anita.
"AstraZeneca tidak menggunakan tripsin hewan pada proses produksinya dan di akhir, tripsin itu tidak ada," kata Anita dalam bincang-bincang virtual pada Senin (29/3/2021) dilansir dari ANTARA.
Anita mengatakan AstraZeneca menggunakan tripsin enzim yang berasal dari jamur dan dibuat khusus untuk vaksin Covid-19. Hal ini tertuang dalam dokumen AstraZeneca dan tim Oxford yang melakukan uji klinis.
Tripsin tersebut juga tidak dimasukkan ke dalam formula vaksin, melainkan hanya digunakan sebagai pemotong sel mamalia yang dibeli AstraZeneca dari supplier Bank Sel.
"Itu adalah enzim yang mirip dengan aktivitas tripsin dan dari jamur yang dibuat dengan cara rekombinan," ujar Anita.
Baca Juga: Waduh ! Kepala Dinas Kesehatan Ini Tolak Vaksin AstraZeneca
AstraZeneca dan Oxford membeli sel HEK 923 dari supplier yang bernama Thermo Fisher sebagai salah satu bahan pembuatan vaksin.
Sifat sel mamalia sendiri menempel pada wadahnya, sehingga akan menyulitkan proses pertumbuhan jumlah sel untuk menjadi lebih banyak dan peneliti membutuhkan protein enzim tripsin untuk memotong agar sel tidak menempel pada wadah.
"Tripsin ini kalau kelamaan bersama-sama dengan selnya malah mati. Jadi kayak pisau bermata dua, itu dibutuhkan untuk memotong saja pada wadahnya, kalau sudah lepas ya sudah," kata Anita.
Anita mengatakan hingga saat ini hanya sel HEK 923 yang dapat digunakan untuk memperbanyak adenovirus.
"Mungkin kalau teknologi sudah bisa berkembang, ada sel lain yang bisa dipakai. Itu satu, dan kalau virus dari sel mamalia berarti harus pakai sel mamalia, ini bukan untuk virus COVID aja tapi virus apapun," ujar Anita.
"Nah bisa enggak kalau kandungannya diganti? Kalau kandungannya diganti, analisanya beda lagi. Proses manufaktur dan isinya diubah, ada risiko keamanan makanya akan ada uji klinis. Saya rasa yang diterima di negara maupun isinya sama," imbuh Anita. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Penyelundupan Elang Langka Digagalkan di Pelabuhan Bakauheni
-
Heboh! Kambing Warga Tanggamus Diduga Diterkam Beruang di Tengah Malam
-
Didominasi Sektor Produksi, BRI Salurkan KUR Rp130,2 Triliun hingga September 2025
-
5 Link DANA Kaget Terbaru untuk Belanja Kebutuhan Dapur: Dompet Aman
-
Detik-detik Mengerikan Terekam CCTV, Pekerja Pabrik di Lampung Tengah Terlindas Alat Berat