Scroll untuk membaca artikel
Wakos Reza Gautama
Kamis, 14 Januari 2021 | 07:30 WIB
Ilustrasi Anggota polisi melakukan patroli di sekitar gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/7). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

SuaraLampung.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan calon tunggal Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo ke DPR RI. 

Jika tak ada aral melintang, Komjen Listyo Sigit Prabowo bisa dipastikan terpilih sebagai Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang memasuki masa pensiun. 

Sampai saat ini setidaknya sudah terjadi pergantian Kapolri sebanyak 24 kali. 

Dalam sejarah pergantian Kapolri, ada satu kisah menarik yang diceritakan dalam buku berjudul "Resimen Pelopor Pasukan Elit yang Terlupakan" karya Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis. 

Baca Juga: Jadi Calon Tunggal Kapolri, Komjen Listyo Sigit: Mohon Doanya

Dalam buku tersebut, diceritakan mengenai adanya gejolak di tubuh internal Polri yang mengakibatkan mundurnya Kapolri Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo.

Peristiwa ini dilatar belakangi pecahnya Gerakan 30 September 1965. 

Akibat peristiwa G30S terjadi kisruh di kalangan jenderal Polri. Ada beberapa jenderal yang tidak puas dengan kepemimpinan Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo.

Puncaknya terjadi di pertengahan tahun 1968. Markas Besar Angkatan Polri (Mabak Polri) yang sekarang bernama Mabes Polri mengeluarkan SK pergantian Komandan Resimen Pelopor Kombes Anton Soedjarwo. 

Pergantian Anton Soedjarwo di tengah konflik internal Polri menimbulkan kecurigaan dari berbagai pihak termasuk di kalangan anggota Pelopor. 

Baca Juga: Harapan WP KPK jika Listyo Pimpin Polri, Bisa Kompak Berantas Koruptor

Anggota Pelopor tidak terima dengan pencopotan Anton Soedjarwo sebagai Komandan Resimen Pelopor. Reaksi anggota Pelopor sungguh di luar dugaan. 

Mereka menggeruduk Mabes Polri yang dipimpin Wakil Komandan Resimen Pelopor AKBP Soetrisno Ilham.

Tuntutan mereka hanya satu yaitu mencabut SK pencopotan Anton sebagai Komandan Men Por.

Jika tuntutan itu tidak dikabulkan, pasukan Men Por mengancam akan mengepung Mabes Polri hingga waktu yang tak ditentukan.

Sampai di Mabes Polri, Soetrisno memerintahkan pasukannya menutup seluruh akses ke Mabes.

Ia menempatkan beberapa penembak jitu di beberapa titik strategis.

Para penembak jitu diperintah melepaskan tembakan peringatan kepada siapapun yang keluar dari Mabes Polri. Termasuk Kapolri sekalipun.

Suasana di Mabes Polri penuh ketegangan. Beberapa perwira mencoba keluar dari Mabes Polri.

Hal ini diketahui pasukan Men Por. Penembak jitu langsung beraksi. Mereka langsung melepaskan tembakan peringatan.

Para perwira yang ketakutan masuk kembali ke Mabes Polri. Akhirnya Mabes Polri merespons tuntutan pasukan Men Por.

Soetjipto Joedodihardjo memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Kapolri. Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar.

Apalagi saat itu situasi politik dan keamanan dalam negeri sedang panas.

Versi lain diceritakan dalam buku biografi Anton Soedjarwo berjudul "Mengenang Jenderal Polisi Anton Soedjarwo Pribadi, Visi, dan Misinya" yang diterbitkan Alumni Inspektur Polisi ABCDE tahun 2002.

Konflik antara Anton dan Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo tidak berujung pencopotan Anton sebagai Komandan Resimen Pelopor. 

Awalnya Kapolri Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo memang berniat mencopot Anton.  Soetijpto menawarkan AKBP Soetrisno Ilham sebagai pengganti Anton. 

Tawaran Kapolri ini ditolak Soetrisno Ilham. Setelah melalui perbebatan panas, akhirnya niatan mencopot Anton sebagai Komandan Resimen Pelopor urung dilaksanakan. 

Biarpun Anton batal diganti, ketegangan di tubuh Brimob masih terjadi. Soetrisno akhirnya mengusulkan Anton berbicara empat mata dengan Kapolri.

Anton setuju. Soetrisno lalu menghadap Kapolri langsung. Ia menjelaskan tujuannya ke Kapolri. Kapolri setuju bertemu dengan Anton.

“Tris, besok pagi jam 9, Anton supaya menjemput saya disini dengan kendaraannya, dan berpakaian preman, sendirian,” ujar Kapolri.

Keesokan harinya Anton datang menjemput Kapolri. Pertemuan keduanya berlangsung di sebuah taman kecil di Jalan Barito.

Mereka bicara dari hati ke hati sehingga permasalahan bisa diselesaikan.  Tidak ada sangsi bagi kesatuan Men Por.

Menurut Soetrisno, pergantian Anton tidak terlaksana sampai reorganisasi Brimob diberlakukan.

Load More