Wakos Reza Gautama
Selasa, 11 Oktober 2022 | 11:31 WIB
Ilustrasi bungkus rokok bercukai. Tarif cukai rokok diperkirakan kembali naik di tahun 2023. [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]

SuaraLampung.id - Lima dari sembilan fraksi di Komisi XI DPR RI mendukung rencana Pemerintah menaikkan cukai rokok dengan angka maksimal tujuh persen.

Lima fraksi yang sependapat soal wacana kenaikan tarif cukai rokok pada 2023 ialah PPP, PDI Perjuangan, PKB, PAN, dan PKS.

Hal itu ditanggapi mayoritas fraksi di Komisi XI dengan penekanan pentingnya kebijaksanaan dan kehati-hatian.

Kelima fraksi tersebut memiliki pandangan kebijakan yang diambil nantinya harus moderat dengan mempertimbangkan sejumlah aspek.

Baca Juga: DPR RI Batasi Kenaikan Cukai Rokok Hanya Tujuh Persen, Ini Alasannya

"Kenaikan cukai rokok memang dibutuhkan untuk memperkuat penerimaan dalam APBN, tapi kenaikan tersebut perlu dibatasi," kata Anggota DPR Amir Uskara, Selasa (11/10/2022).

Dia menjelaskan kenaikan cukai terlampau tinggi akan berdampak signifikan. Kesempatan kerja di sektor industri hasil tembakau juga akan terkena imbas, mulai dari petani, sektor industri pengolahan tembakau, hingga para pedagang kaki lima.

"Karena itu, untuk tahun 2023 disarankan batas maksimum kenaikan cukai rokok adalah di kisaran tujuh persen," tambahnya.

Jika dasar yang digunakan dalam menaikkan cukai rokok ialah untuk menurunkan prevalensi perokok, menurut dia, hal itu juga tidak relevan.

Berdasarkan riset Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan, jumlah perokok dewasa bertambah 8,8 juta orang, dari 60,3 juta di 2011 menjadi 69,1 juta perokok di 2021. Sementara itu, selama periode 2011-2021, cukai rokok telah mengalami kenaikan cukup tinggi.

Baca Juga: Cukai Rokok Diusulkan Naik 7 Persen

"Jadi, pesan cukai rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok pun makin jauh dari esensi awal cukai sebenarnya," katanya.

Senada dengan itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai kenaikan tarif cukai rokok wajar bila didasarkan pada pertambahan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Meskipun untuk kepentingan kesehatan, di mata para pegiat antirokok angka tersebut dianggap masih rendah," kata Supratikno.

Supratikno, yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, meminta semua pihak memperhitungkan dampak kenaikan terhadap kesempatan kerja dan daya serap tembakau petani. Selain itu, hubungan antara besaran cukai rokok dan penerimaan negara tidak selamanya berbanding lurus, katanya.

"Pada suatu titik, kenaikan tarif cukai justru akan menurunkan penerimaan. Fenomena ini sering disebut kurva laffer," ujar politisi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Satya Wacana Salatiga tersebut.

Berdasarkan data, kenaikan cukai rokok relatif tinggi dalam tiga tahun terakhir, yakni 23 persen di 2020; 12,5 persen di 2021; dan 12,5 persen di 2022. Khusus kenaikan di 2021 dan 2022 dianggap memberatkan sejumlah pihak di sekitar industri hasil tembakau. (ANTARA)

Load More